Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI)

Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia

Sejarah IAAI

Jalan Panjang Menuju IAAI

Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) kini telah berumur 47 tahun. Waktu yang cukup lama bagi arkeolog Indonesia untuk mewujudkan suatu wadah yang dapat mengakomodasi profesi keahlian ini.

Perjalanan panjang tersebut terdokumentasi secara kronologis dalam Sejarah IAAI berikut ini.

Kronologi

1964

Gagasan pertama kali perlunya suatu organisasi yang dapat menjadi wadah dan menghimpun para ahli arkeologi Indonesia muncul pada saat dilakukannya penggalian (ekskavasi) gabungan di Gilimanuk.

1965

Satu tahun kemudian, gagasan tersebut kembali diangkat saat para ahli arkeologi tengah mengadakan pertemuan di Yogyakarta.

Beberapa waktu berselang, pada seminar di Cibulan, Bogor, gagasan itu kembali diingatkan oleh seorang peserta dengan merujuk pada usulan ketua panitia seminar. Dalam kesempatan itu, ketua seminar menanggapi usul dan akhirnya dicapai kesepakatan untuk membentuk kelompok kerja yang terdiri atas 11 orang ahli arkeologi dari berbagai lembaga.

Kesebelas ahli tersebut adalah:

  1. R.P. Soejono (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional)
  2. Hasan Muarif Ambary (Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional)
  3. Teguh Asmar (Direktorat Sejarah dan Purbakala)
  4. Sukatno Tw. (Direktorat Sejarah dan Purbakala)
  5. Hadimulyono (Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Cabang IV)
  6. Ismanu Adisumarto (Kanwil Dep P dan K, Provinsi Jawa Tengah)
  7. Bambang Soemadio (Museum Pusat)
  8. Mundardjito (Universitas Indonesia)
  9. Harun Kadir (Universitas Hasanuddin)
  10. Rumbi Mulia (Dep Perhubungan, Sektor Pariwisata)
  11. Machfudi Mangkudilaga (Arsip Nasional)

 

Kelompok kerja ini bertugas untuk membahas prosedur pembentukan organisasi, nama, tujuan, tempat kedudukan, keanggotaan, dan kepengurusan yang kemudian dilaporkan dalam rapat pleno. Dalam rapat pleno tersebut dilaporkan tentang pembentukan oraganisasi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) yang berkedudukan di Jakarta.

Tujuan organisasi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia adalah menghimpun tenaga ahli arkeologi dan mereka yang aktif dalam profesi arkeologi, serta anggota luar biasa, yaitu mereka yang telah berjasa dalam usaha pengembangan arkeologi Indonesia. Dalam kesempatan itu dibentuk pula susunan pengurus pusat dan komisariat daerah. Sebagai ketua ditunjuk R.P. Soejono.

1976

Dalam sidang pada 4 Februari 1976, R.P. Soejono sebagai Ketua Umum IAAI mengusulkan susunan pengrus sementara yang kemudian disetujui. Pada kepengurusan pertama itu dibentuk empat Komisariat Daerah (Komda), yaitu Komda Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi.

2013

Pada tahun 2013, lahir Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengatur semua organisasi kemasyarakatan termasuk asosiasi profesi.

2017

Dalam upaya memperluas program kerja IAAI memperkuat legalitas IAAI, Kongres IAAI tahun 2017 memutuskan agar IAAI dijadikan badan hukum. Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan tersebut, asosiasi profesi yang didaftarkan sebagai badan hukum tidak dapat menggunakan nama depan Ikatan tetapi memakai nama Perkumpulan.

Perubahan nama menjadi Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia tidak akan mengubah identitas dan sejarah kelahiran IAAI. Nama IAAI tetap dapat dipertahankan sebagai sebutannya.

2018

Sejak tanggal 16 Mei 2018, secara resmi melalui akte notaris ditetapkan Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia dengan sebutan IAAI.